Minggu, 26 Februari 2012

Rasisme

Kasus rasisme belakangan mewarnai pemberitaan di dunia, khususnya olahraga sepakbola. Kasus terbaru tentunya mundurnya Fabio Capello, salah satu pelatih/manajer terbaik di dunia, dari timnas Inggris. Lho, emangnya dia rasis? Tidak. Fabio Capello hanya tdk suka diintervensi dalam mengatur timnya.. Hubungannya dgn rasisme? Well, Capello berang dgn keputusan Federasi Sepakbola Inggris FA yg mencabut ban kapten timnas dr lengan John Terry, kapten kepercayaan Capello. Terry dinilai layak dicopot karena diduga melontarkan ucapan rasis dalam sebuah pertandingan klubnya di Liga Inggris, Chelsea, saat melawan Queens Park Ranger. FA mgkn khawatir suasana tim akan panas karena Terry mengucapkan ejekan rasis ''you black c**t'' pada Anton Ferdinand, adik Rio Ferdinand, rekan di timnas yg jg dianggap senior dan pernah menjabat kapten. Mungkin dikhawatirkan tim akan pecah, mendukung kubu seniornya masing2. Kubu Terry dan Rio.

Keputusan FA mmg melanggar hak pelatih timnas, wajar Capello meradang. Tapi alasannya pun bisa dianggap wajar. Karena situasi Inggris yg sdg panas persepakbolaannya karena isu2 rasis, yg salah satu ikonnya adalah bintang Uruguay di Liverpool, Luis Suarez, yg habis menempuh skorsing 8 laga karena menyebut bintang Man U asal Prancis Patrice Evra dgn sebutan ''Negrito'', walau Suarez bersikeras bahwa ucapan2 itu di tanah airnya adalah ejekan umum dan bersahabat (hrs diketahui jg bahwa Uruguay mmg negara multietnis, salah satu yg minim gejolak rasialisme di Amerika Selatan)...

Lalu apa yg bisa kita ambil dari kasus2 ini?

Mari kita berkaca, layakkah kita menyebut orang lain rasis? Tidak rasiskah kita?

Apakah kita nyaman berteman dgn orang yg warna kulitnya beda dgn kita? Pun dgn bahasa Indonesia, nyamankah kita berbincang dgn org yg berlogat jauh dari logat aksen kita? Apakah kita tidak cenderung memilih teman2 dari satu ras dgn kita? Apakah kita tdk cenderung memilih jodoh atau kekasih yg satu ras atau suku dgn kita? Apakah kita masih sering menyebutkan asal seseorang saat kita membahas sifat tertentunya, misal bersuara keras, pemarah, halus atau plintat-plintut, (maaf) keringatnya agak berbau tidak enak, dan lain2? Apakah kita rasis? Apakah kita tdk rasis? Saat di sebuah negara, ucapan2 perbandingan suku itu bisa dianggap wajar, rasiskah itu? atau apakah rasisme itu hanya dicapkan saat ada unsur agresi yang terasa?

Tidak banyak yg bisa memastikan hal ini, dan setiap keputusan kebijakan terkait hal ini pasti berkaitan dgn standar2 moral di masing2 tempat, dan mungkin juga agenda2 tertentu dr pengelola kebijakan.

Namun di dalam hati masing2, apa yg bisa kita lakukan dari bahaya rasisme adalah menahan diri dari meresahkan org lain dgn ucapan dan tindakan yg beraroma rasisme.

Selamat berjuang... 

Rabu, 01 Februari 2012

Ruangan utk Berdoa (bagi Kaum Minoritas)

Tulisan ini untuk berbagi saja, bukan utk mengeluh...

Periode hidup yg kujalani belakangan terisi oleh banyak pencerahan... Saya mendekatkan diri kembali pada Sang Esa, dangan istri semakin berkomitmen utk memperbaiki diri kami...

Dari beberapa aktivitas doa kami, ada doa2 yg dipanjatkan ada jam2 tertentu... misal jam 12 siang, jam 3 sore dll...

Secara teknis, berarti doa kami harus diucapkan saat jam kantor.. mungkin ada yg pas jam istirahat, tapi toh harus diucapkan di lingkungan kantor...

nah di lingkup teknis ini ada beberapa masalah... Mungkin tampak sepele, tapi penting.. yaitu RUANGAN UNTUK BERDOA..

Bagi rekan2 yg kaum Muslim, tentunya selalu ada Musholla di tiap ruangan. Tapi bagi kami yg menganut kepercayaan lain, tidak ada ruangan khusus untuk berdoa bagi kami. Apalagi bagi kami yg masih belum berposisi penting sehingga diberi ruangan sendiri. Tentunya ini mendatangkan masalah sendiri saat akan berdoa. Apalagi juga belum tersosialisasikan bahwa kaum Non Muslim juga punya doa2 yg harus diucapkan di jam2 tertentu, jadi kalo berdiam diri di depan komputer sambil komat-kamit tentu juga kurang pas. Dan kurang memenuhi standar berdoa di agama kami, yaitu harus mencari tempat sepi dan tidak kelihatan bila sdg berdoa. Intinya dilarang pamer berdoa.

Oke, lalu bagaimana kami mengakalinya? Paling tidak kita bisa memanfaatkan ruangan2 yg sepi. Misalnya teras belakang kantor, lorong tangga, mobil kita di parkiran, halaman luar kantor, gudang, ruang rapat yang kosong, dan (maaf) kadang juga di kamar kecil. Di sini paling tidak kami belajar utk lebih berkonsentrasi pada substansi batiniah daripada fisik.

Semoga daras Doa kami didengar Tuhan, di ruangan apapun kami mendoakannya.

Lalu apakah ada solusi duniawi untuk Ruangan Berdoa ini? Tampaknya belum, terutama di Indonesia..
Tidak apa, semoga perjuangan jiwa ini didengarNya dgn sebaik2 KeMahaBaikanNya...

Aminnn... :)